Desember 17, 2014

Journey to the Subsurface





Masih dalam rangkaian mabim, kali ini kegiatan kami adalah caving atau susur gua. Kami berkesempatan untuk berpetualang menelusuri Goa Jomblang yang terdapat dalam sebuah iklan rokok. Rasa penasaranku makin tak tertahankan melihat kemegahan gua tersebut di dalam iklan. Aku dan 5 saudara seangkatan ku dan ditemani oleh kang Nanang, kang Ichsan, Kang Rizky, dan teh Inung, pun berangkat memakai kereta malam dari stasiun Kiara Condong . Hatiku sangat senang karena ini pertama kalinya aku menaiki kereta.
                Jam telah berganti, hari telah berlalu, tak terasa kami telah tiba di stasiun Kutoarjo. Setelah makan dan menunaikan kewajiban, kami melanjutkan perjalanan kami memakai kereta prameks yang siap mengantarkan kami ke stasiun Lempuyangan. Ternyata di stasiun tersebut sudah ada saudara kami dari Mapagama yang menunggu. Kami pun di antar memakai motor menuju sekretariat mereka yang berada di komplek UKM UGM. Tiba disana, kami langsung disuguhkan teh manis. Tanpa  menunggu waktu lama, satu gelas besar langsung kuhabiskan.
                Setelah cukup lama kami beristirahat di sekre Mapagama, kami memutuskan untuk berangkat ke kawasan gua Jomblang. Namun, kami tidak mendapatkan kendaraan untuk kesana. Anak-anak Mapagama pun dengan rela hati mengantarkan kami memakai mobil pick-up, Alhamdulillah. Ditemani cahaya lampu kota,  angin menerpa tubuh kami bersepuluh semalaman itu. Dingin, namun benar-benar berkesan karena sedari aku SD aku selalu ingin mencoba naik mobil pick-up.
                Setelah kurang lebih 2 jam perjalanan malam itu, kami disuguhkan oleh pemandangan sebuah resort mewah di sebelah kiri mobil kami. Terkejut, karena ku kira kami akan bermalam disana malam ini.
Ah, tapi gak mungkin juga sih” pikirku dalam hati
Sebagai penanggung jawab basecamp malam itu, aku agak panik karena tidak tau harus membuat camp dimana. Namun tiba-tiba kabar baik datang. Kang Nanang memberitahu bahwa malam itu kami akan tidur di saung yang berada di dekat resort tersebut. Saung tersebut cukup nyaman untuk kami tidur dan juga dekat dengan kamar mandi sehingga kami tidak perlu bersusah payah mencari semak-semak belukar untuk sekedar membuang hajat.
                Keesokkan harinya kami langsung bersiap-siap untuk kegiatan hari itu, rigging di gua Songciut. Kami pun membuat camp baru karena saung tempat kami bermalam sebenarnya tidak boleh di tempati. Setelah merapikan camp , makan, dan bersiap-siap, kami pun menuju kawasan gua Songciut. Sesampai disana, hatiku dag-dig-dug gak karuan. Bener-bener deg-degan gak boong. Bener-bener ngeri melihat mulut gua Songciut tersebut. Aku satu tim bersama Alyani dan dia mendapat giliran untuk me-rigging pertama kali. Agak kesulitan karena lintasan kami terdapat banyak semak-semak. Untuk mendapatkan main anchornya pun Al harus bersusah payah namun matanya yang jeli menangkap suatu lubang tembus dan dapat digunakan sebagai main anchor.
“Free Rope!!!”
Terdengar teriakan samar-samar suara yang aku kenali yang berasal dari dasar gua. Hal ini menandakan aku harus bersiap-siap untuk turun. Sesampainya di bawah, aku langsung mengistirahatkan badan bersama alyani dan syarif yang sudah terlebih dulu mencicipi hangatnya tanah dari gua Songciut. Tak lama, terdengar teriakan dari atas. Salah satu akang menginstruksikan ku untuk naik dan Alyani untuk cleaning lintasan yang ia buat. Aku pun sampai diatas terlebih dahulu. Di atas sudah ada saudaraku Rani yang sedang menyiapkan minuman. Langsung saja aku duduk dan menyambar minuman yang ada. Benar-benar haus sekali siang itu. Karena air di semua botol habis, aku dan Syarif pun diminta balik ke camp awal untuk mengisi air. Ketika ditengah perjalanan tiba-tiba.. Jeng-jeng. Aku dan Syarif kehilangan arah. Lupa. Gak tau mau kemana. Aku memilih untuk menyusuri jalan setapak yang kami temukan, namun saudaraku syarif merasa kami sudah tersesat terlalu jauh. Akhirnya kami sepakat untuk kembali ke kawasan gua Songciut sebelum hal buruk terjadi. Di tengah perjalanan, tiba-tiba aku melihat sesosok manusia yang ku kenal. Terlihat raut wajah yang panik, jalan tergesa-gesa, dan bulir-bulir air keringat yang membasahi wajahnya. Ternyata sosok tersebut adalah acil yang ingin buang hajat dekat camp ,namun nasibnya sama seperti kami. Tersesat. Naas memang nasibnya. Kasihan melihat saudara ku yang sedang dalam situasi yang genting, aku pun menemaninya menunaikan panggilan alam di dekat pohon dan memberitahu syarif untuk duluan saja. Tak lama menemani Acil, tiba-tiba saudara ku Syarif menghampiriku lagi. Ternyata ia lupa jalan pulang. Baiklah, kami memutuskan untuk pulang bertiga dan sampai di Songciut dengan selamat. Pada akhirnya yang mengambil air adalah Syarif dan Kang Rizky.
                Setelah beristirahat cukup lama, kini tiba waktunya aku merigging. Aku mendapatkan lintasan di tempat tim Iin sebelumnya berada. Aku pun sempat melihat tim Iin mendapat kesulitan menemukan tambatan untuk main anchor. Kang Ichsan pun menginstruksikan untuk mencari main anchor tidak perlu selalu dekat mulut gua. Aku pun mencari agak di atas dan menemukan pohon serta lubang tembus, Alhamdulillah.
                Sampailah aku di dasar gua Songciut untuk kedua kalinya. Kali ini ditemani saudaraku Acil dan Rani. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak memikirkan tenaga yang akan kami keluarkan untuk cleaning lintasan yang kami buat. Tak kami sia-siakan waktu istirahat itu. Akhirnya tibalah saatnya kami untuk cleaning. Benar, sampai di tengah saja aku sudah ngos-ngosan. Akhirnya aku beristirahat sejenak menggantung di tengah tali ditemani oleh Acil dan Kang Ichsan. Tak berapa lama kami pun sampai di mulut gua dan kembali ke camp untuk makan, beristirahat, serta briefing untuk kegiatan esok hari: Penelusuran Gua Jomblang… Mantap!
                Matahari belum menampakkan wujudnya saat kami bersiap-siap. Sekitar jam 8 pagi kami sudah siap meninggalkan camp untuk menuju kawasan Jomblang dan ternyata mulut gua Jomblang sangat dekat dari depan camp kami. Aku masih takjub karena tidak menyadari sedari kemarin kami ternyata sudah berada begitu dekat. Mulut ku menganga, sama dengan mulut gua Jomblang. Kang Nanang dan Sarip langsung mencari tambatan untuk dibuat main anchor. Akhirnya mereka berdua pun perlahan turun ke dasar gua. Teriakan free rope bersahut-sahutan dengan kami yang turun bergantian. Tiba giliran ku menuruni selintas tali tempat ku bergantung nyawa. Perlahan-lahan ku turuni tali tersebut. Melayang-layang ditemani angin yang lewat-lewat begitu saja. Tibalah pepohonan dan rerumputan yang menyambutku saat aku menginjakkan tanah pertama kali di gua. Kuresapi dalam-dalam pemandangan yang tersaji di depan ku. Tak lama, kang Nanang dan Teh Inung pun menyegerakan untuk bersiap karena kami akan segera menelusuri gua Jomblang.







                Tak lama dari mulut gua Jomblang, kami melihat sebuah pintu gua yang sangaaat besar. Takjub, karena ini pengalaman pertama kami menyusuri gua. Kang Nanang dan Sarip berjalan sangat cepat di depan ku dan tak lama hilang dalam kegelapan. Panic, aku pun menyegerakan untuk segera menyusul mereka. Tiba-tiba secercah cahaya muncul dari kegelapan.. Subhanallah.. that was really a breath-taking view. Pemandangan di iklan rokok yang super keren itu benar adanya. Ternyata kami sudah tiba di Gua Grubug, tempat Cahaya Surga  yang muncul. Cahaya itu masuk dari mulut gua Grubug yang berada di atas kepala kami. Cahaya tersebut sedikit ditutupi oleh pepohonan juga kabut-kabut namun tak menghilangkan keindahan yang disajikan. Kami pun menikmati pemandangan cahaya itu sedikit lama dan melanjutkan perjalanan lebih jauh melintasi sungai yang terdapat di dalam gua. Tiba-tiba Kang Nanang menyuruh kami untuk berhenti karena sungainya sudah cukup dalam dan berbahaya . Walaupun kami sudah memakai pelampung, kami harus tetap berjaga-jaga. Dari titik itulah, dimulai pemetaan kami.
Kesempatan pertama ku menjadi descriptor. Sedikit ragu karena takut ada ornamen-ornamen atau bagian-bagian gua yang menarik namun tidak tergambarkan. Tak jarang para pembimbing menyuruh kami untuk diam sejenak sebagai model foto mereka. Photo shoot di dalam gua.. whoaaa super cool abis. Kami pun bertukar-tukar posisi menjadi shooter maupun stationer. Akhirnya pemetaan kami hari itu pun selesai di pintu gua yang sangat besar.



Berakhirlah petualangan kami di gua Jomblang dan gua Grubug kemarin. Kami pun menyempatkan diri untuk berkeliling-keliling kota Yogyakarta selagi sempat. Tak lupa kami berterimakasih dan berpamitan dengan saudara Mapagama yang telah banyak membantu kami selama kami di Yogyakarta. Petualangan kami kali ini benar-benar seru pisan. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu melancarkan mabim kali ini. Terima kasih Palawa!

                                                                                                                                                xPLW 009 FW
               


0 comments:

Posting Komentar