Journey to the Subsurface
Masih dalam rangkaian mabim, kali
ini kegiatan kami adalah caving atau susur gua. Kami berkesempatan untuk
berpetualang menelusuri Goa Jomblang yang terdapat dalam sebuah iklan rokok. Rasa
penasaranku makin tak tertahankan melihat kemegahan gua tersebut di dalam
iklan. Aku dan 5 saudara seangkatan ku dan ditemani oleh kang Nanang, kang
Ichsan, Kang Rizky, dan teh Inung, pun berangkat memakai kereta malam dari stasiun
Kiara Condong . Hatiku sangat senang karena ini pertama kalinya aku menaiki
kereta.
Jam
telah berganti, hari telah berlalu, tak terasa kami telah tiba di stasiun
Kutoarjo. Setelah makan dan menunaikan kewajiban, kami melanjutkan perjalanan
kami memakai kereta prameks yang siap
mengantarkan kami ke stasiun Lempuyangan. Ternyata di stasiun tersebut sudah
ada saudara kami dari Mapagama yang menunggu. Kami pun di antar memakai motor
menuju sekretariat mereka yang berada di komplek UKM UGM. Tiba disana, kami
langsung disuguhkan teh manis. Tanpa
menunggu waktu lama, satu gelas besar langsung kuhabiskan.
Setelah
cukup lama kami beristirahat di sekre Mapagama, kami memutuskan untuk berangkat
ke kawasan gua Jomblang. Namun, kami tidak mendapatkan kendaraan untuk kesana.
Anak-anak Mapagama pun dengan rela hati mengantarkan kami memakai mobil
pick-up, Alhamdulillah. Ditemani
cahaya lampu kota, angin menerpa tubuh
kami bersepuluh semalaman itu. Dingin, namun benar-benar berkesan karena sedari
aku SD aku selalu ingin mencoba naik mobil pick-up.
Setelah
kurang lebih 2 jam perjalanan malam itu, kami disuguhkan oleh pemandangan
sebuah resort mewah di sebelah kiri
mobil kami. Terkejut, karena ku kira kami akan bermalam disana malam ini.
“Ah, tapi gak mungkin juga sih” pikirku dalam hati
Sebagai
penanggung jawab basecamp malam itu, aku agak panik karena tidak tau harus
membuat camp dimana. Namun tiba-tiba kabar baik datang. Kang Nanang memberitahu
bahwa malam itu kami akan tidur di saung yang berada di dekat resort tersebut.
Saung tersebut cukup nyaman untuk kami tidur dan juga dekat dengan kamar mandi
sehingga kami tidak perlu bersusah payah mencari semak-semak belukar untuk
sekedar membuang hajat.
Keesokkan
harinya kami langsung bersiap-siap untuk kegiatan hari itu, rigging di gua Songciut. Kami pun
membuat camp baru karena saung tempat kami bermalam sebenarnya tidak boleh di
tempati. Setelah merapikan camp , makan, dan bersiap-siap, kami pun menuju
kawasan gua Songciut. Sesampai disana, hatiku dag-dig-dug gak karuan.
Bener-bener deg-degan gak boong. Bener-bener ngeri melihat mulut gua Songciut
tersebut. Aku satu tim bersama Alyani dan dia mendapat giliran untuk me-rigging
pertama kali. Agak kesulitan karena lintasan kami terdapat banyak semak-semak.
Untuk mendapatkan main anchornya pun Al harus bersusah payah namun matanya yang
jeli menangkap suatu lubang tembus dan dapat digunakan sebagai main anchor.
“Free Rope!!!”
Terdengar teriakan samar-samar
suara yang aku kenali yang berasal dari dasar gua. Hal ini menandakan aku harus
bersiap-siap untuk turun. Sesampainya di bawah, aku langsung mengistirahatkan
badan bersama alyani dan syarif yang sudah terlebih dulu mencicipi hangatnya
tanah dari gua Songciut. Tak lama, terdengar teriakan dari atas. Salah satu
akang menginstruksikan ku untuk naik dan Alyani untuk cleaning lintasan yang ia buat. Aku pun sampai diatas terlebih
dahulu. Di atas sudah ada saudaraku Rani yang sedang menyiapkan minuman.
Langsung saja aku duduk dan menyambar minuman yang ada. Benar-benar haus sekali
siang itu. Karena air di semua botol habis, aku dan Syarif pun diminta balik ke
camp awal untuk mengisi air. Ketika ditengah perjalanan tiba-tiba.. Jeng-jeng.
Aku dan Syarif kehilangan arah. Lupa. Gak tau mau kemana. Aku memilih untuk
menyusuri jalan setapak yang kami temukan, namun saudaraku syarif merasa kami
sudah tersesat terlalu jauh. Akhirnya kami sepakat untuk kembali ke kawasan gua
Songciut sebelum hal buruk terjadi. Di tengah perjalanan, tiba-tiba aku melihat
sesosok manusia yang ku kenal. Terlihat raut wajah yang panik, jalan
tergesa-gesa, dan bulir-bulir air keringat yang membasahi wajahnya. Ternyata
sosok tersebut adalah acil yang ingin buang hajat dekat camp ,namun nasibnya
sama seperti kami. Tersesat. Naas memang nasibnya. Kasihan melihat saudara ku
yang sedang dalam situasi yang genting, aku pun menemaninya menunaikan
panggilan alam di dekat pohon dan memberitahu syarif untuk duluan saja. Tak
lama menemani Acil, tiba-tiba saudara ku Syarif menghampiriku lagi. Ternyata ia
lupa jalan pulang. Baiklah, kami memutuskan untuk pulang bertiga dan sampai di
Songciut dengan selamat. Pada akhirnya yang mengambil air adalah Syarif dan
Kang Rizky.
Setelah
beristirahat cukup lama, kini tiba waktunya aku merigging. Aku mendapatkan
lintasan di tempat tim Iin sebelumnya berada. Aku pun sempat melihat tim Iin
mendapat kesulitan menemukan tambatan untuk main anchor. Kang Ichsan pun
menginstruksikan untuk mencari main anchor tidak perlu selalu dekat mulut gua.
Aku pun mencari agak di atas dan menemukan pohon serta lubang tembus, Alhamdulillah.
Sampailah
aku di dasar gua Songciut untuk kedua kalinya. Kali ini ditemani saudaraku Acil
dan Rani. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak memikirkan tenaga yang
akan kami keluarkan untuk cleaning
lintasan yang kami buat. Tak kami sia-siakan waktu istirahat itu. Akhirnya
tibalah saatnya kami untuk cleaning.
Benar, sampai di tengah saja aku sudah ngos-ngosan. Akhirnya aku beristirahat
sejenak menggantung di tengah tali ditemani oleh Acil dan Kang Ichsan. Tak
berapa lama kami pun sampai di mulut gua dan kembali ke camp untuk makan,
beristirahat, serta briefing untuk kegiatan esok hari: Penelusuran Gua Jomblang…
Mantap!
Matahari
belum menampakkan wujudnya saat kami bersiap-siap. Sekitar jam 8 pagi kami sudah
siap meninggalkan camp untuk menuju kawasan Jomblang dan ternyata mulut gua
Jomblang sangat dekat dari depan camp kami. Aku masih takjub karena tidak
menyadari sedari kemarin kami ternyata sudah berada begitu dekat. Mulut ku
menganga, sama dengan mulut gua Jomblang. Kang Nanang dan Sarip langsung
mencari tambatan untuk dibuat main anchor. Akhirnya mereka berdua pun perlahan
turun ke dasar gua. Teriakan free rope
bersahut-sahutan dengan kami yang turun bergantian. Tiba giliran ku menuruni
selintas tali tempat ku bergantung nyawa. Perlahan-lahan ku turuni tali
tersebut. Melayang-layang ditemani angin yang lewat-lewat begitu saja. Tibalah
pepohonan dan rerumputan yang menyambutku saat aku menginjakkan tanah pertama
kali di gua. Kuresapi dalam-dalam pemandangan yang tersaji di depan ku. Tak
lama, kang Nanang dan Teh Inung pun menyegerakan untuk bersiap karena kami akan
segera menelusuri gua Jomblang.
Tak
lama dari mulut gua Jomblang, kami melihat sebuah pintu gua yang sangaaat
besar. Takjub, karena ini pengalaman pertama kami menyusuri gua. Kang Nanang
dan Sarip berjalan sangat cepat di depan ku dan tak lama hilang dalam
kegelapan. Panic, aku pun menyegerakan untuk segera menyusul mereka. Tiba-tiba
secercah cahaya muncul dari kegelapan.. Subhanallah..
that was really a breath-taking view. Pemandangan di iklan rokok yang super
keren itu benar adanya. Ternyata kami sudah tiba di Gua Grubug, tempat Cahaya
Surga yang muncul. Cahaya itu masuk dari
mulut gua Grubug yang berada di atas kepala kami. Cahaya tersebut sedikit
ditutupi oleh pepohonan juga kabut-kabut namun tak menghilangkan keindahan yang
disajikan. Kami pun menikmati pemandangan cahaya itu sedikit lama dan
melanjutkan perjalanan lebih jauh melintasi sungai yang terdapat di dalam gua.
Tiba-tiba Kang Nanang menyuruh kami untuk berhenti karena sungainya sudah cukup
dalam dan berbahaya . Walaupun kami sudah memakai pelampung, kami harus tetap
berjaga-jaga. Dari titik itulah, dimulai pemetaan kami.
Kesempatan
pertama ku menjadi descriptor. Sedikit ragu karena takut ada ornamen-ornamen
atau bagian-bagian gua yang menarik namun tidak tergambarkan. Tak jarang para
pembimbing menyuruh kami untuk diam sejenak sebagai model foto mereka. Photo shoot di dalam gua.. whoaaa super
cool abis. Kami pun bertukar-tukar posisi menjadi shooter maupun stationer.
Akhirnya pemetaan kami hari itu pun selesai di pintu gua yang sangat besar.
Berakhirlah
petualangan kami di gua Jomblang dan gua Grubug kemarin. Kami pun menyempatkan
diri untuk berkeliling-keliling kota Yogyakarta selagi sempat. Tak lupa kami
berterimakasih dan berpamitan dengan saudara Mapagama yang telah banyak
membantu kami selama kami di Yogyakarta. Petualangan kami kali ini benar-benar
seru pisan. Terima kasih untuk semua
pihak yang telah membantu melancarkan mabim kali ini. Terima kasih Palawa!
xPLW
009 FW
0 comments:
Posting Komentar